Google

Welcome, Selamat datang , Marhaban, Wilujeng sumping, Sugeng rawuh. Thank you, Terima kasih, Jazakallah, Haturnuhun, Maturnuwun. SEV PASCAL .

Selasa, Agustus 26, 2008

PNS yang baik, PNS yang sering ketiban sial

Dia bekerja dengan tekun, murah senyum, dan tidak mau cuma bengong bila tak ada kerjaan kantor. Tapi dia sering apes.

KISAH MENARIK PNS DI KANTOR BUPATI TOBASA; JARAR SIAHAAN; BLOG BERITA

Orang yang berbuat baik — bersikap dan bekerja dengan baik — belum tentu selalu bernasib baik. Marojahan Silaen  contohnya. Pegawai negeri sipil berusia 45 tahun yang menjabat Kepala Sub Bagian Dokumentasi Humas Pemkab Toba Samosir ini malah sering mengalami sial.

Ia telah dua kali kehilangan sepedamotor yang dia beli secara kredit. Ia juga pernah ditipu dapat hadiah Rp100 juta. Pada 2001, satu tahun setelah bertugas di Tobasa, dia membeli sebuah kereta — sebutan orang Tobasa untuk sepedamotor — buatan Jepang. Pembelian dilakukan dengan mencicil hingga dua tahun. Tapi kereta itu keburu raib padahal baru dibayar 10 bulan cicilan. Kendaraan pribadinya itu hilang saat dipakai ke sebuah pesta di Desa Tambunan, Balige, dan diduga pada sekitar pukul 1 tengah malam.

Kala itu dia diminta yang punya hajatan, seorang temannya, untuk mengurus dekorasi pesta. Kasus ini dilaporkannya kepada polisi tapi tidak ada hasilnya sama sekali. Seorang pintar alias dukun ditanya. Konon, kereta tersebut disikat pencuri yang memakai sebuah mobil boks. Tidak lama berselang Marojahan, yang biasa disapa Pak Laen, lagi-lagi tertimpa musibah serupa.

Tahun berikutnya, 2002, dia membeli sebuah kereta pengganti, buatan Cina, yang juga dengan sistem kredit dua tahun. Inipun hilang dicuri orang di suatu siang bolong di lapangan Sisingamangaraja XII Balige. Ia memarkirkan kereta yang masih kinclong itu di sana saat bertugas memotret upacara Hari Pendidikan. Diadukan kepada polisi dan hasilnya tetap nihil.

“Padahal baru saya cicil enam bulan. Apes kali rasanya. Dua kali kredit kereta tapi hilang,” katanya.

Sia-sianya belasan juta rupiah uang Marojahan membeli kedua kereta itu sempat nyaris tergantikan dengan rezeki nomplok Rp100 juta. Teman-temannya di Bagian Humas bilang: “Enak sekali Pak Laen. Dua kali kereta hilang, tapi gantinya langsung Rp100 juta. Pasti senang nanti dia.”

Adalah satu berkas surat pada 2005 lalu yang dikirim dari Jakarta ke kantornya. Ia sendiri saat itu tengah mengikuti pendidikan di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Jadi ia tidak tahu perihal surat yang mengatakan Marojahan Silaen berhak atas hadiah uang tunai Rp100 juta dari sebuah tabloid keluarga. Memang sebelumnya ia rajin mengirim guntingan kupon kuis ke media itu. Rekan kerjanya memberitahukannya lewat telepon. Ia tenang-tenang saja. Dan untunglah ia belum sempat mengirimkan sekian juta uang sebagai pajak hadiah undian. Sebab, ternyata surat yang sangat meyakinkan itu, dengan akte notaris lengkap, hanyalah tipuan.

Namun meskipun sering ketiban sial dan bukan termasuk pejabat teras yang bisa “memainkan” proyek-proyek besar, Pak Laen tidak terlalu kesulitan dalam urusan ekonomi. Istrinya, seorang PNS berpendidikan S2, adalah Kepala SMA Yapebudhi Tambunan. Gaji mereka, tanpa harus korupsi, cukup untuk kebutuhan keluarga dan menyekolahkan seorang anak tunggal. Apalagi mereka terbiasa hidup sederhana.

Marojahan menjalani karir PNS-nya secara total di kehumasan. Selama 17 tahun ia bertugas di humas kantor Gubernur Timor Timur, ketika belum lepas dari Indonesia. Ketika pindah ke Balige tahun 2000 ia pun langsung bertugas di humas, sampai sekarang.

Pria yang selalu berbicara dengan santun ini adalah sosok pegawai telaten dan rajin. Nyaris tak pernah ia terlihat bengong di kantor, selalu saja ada yang dikerjakan. Entah mencoret-coret map berkas agar terlihat indah, menyusun foto-foto bupati dalam album, atau mendekorasi ruang. Salah satu jenis seni yang dikuasainya dengan baik ialah merangkai bunga dan dekorasi.

“Kegilaannya” pada bunga sudah berlangsung sejak lama. Beberapa tahun lalu ia bersama wartawan Tobasa berkunjung ke Sibolga. Saat mau pulang semua bingung karena ia tiba-tiba pisah dari rombongan. Mereka mencarinya ke sana-kemari. “Eh, tahu-tahu ketemu di jalan dekat pasar. Rupanya Pak Laen memborong bunga,” kisah seorang kuli disket.

Kembali soal kereta, bagi ayah satu anak ini sangat perlu dan membantu pekerjaan. Ia tak pernah bermimpi membeli mobil. “Karena gaji saya dan gaji istri saya hanya cukup untuk membeli kereta. Jadi kita tidak boleh memaksakan diri membeli mobil kalau memang tidak mampu,” katanya.

Harga kereta yang terjangkau, apalagi dikredit, dan konsumsi bahan bakar yang irit memang cocok bagi kantong PNS. Maka walaupun sudah pernah dua kali kehilangan kereta, dia kembali membeli satu unit dua tahun lalu, juga dengan mencicil. Namun kini kereta itu tak dipakainya lagi ke kantor, karena sudah ada sepedamotor dinas.

Berita feature tentang Marojahan Silaen di atas pertama kali kutulis di koran Metro Tapanuli pada 2006. Percaya atau tidak, belum lama ini, ketika bertemu Silaen, aku kembali mendengar cerita bahwa dia masih mengalami kesialan-kesialan.LInksource


Tidak ada komentar:

Recent Coments